DIKSI DAN SENI BAHASA

 Pertemuan ke 18 

angkatan ke 28 KBMN PGRI 

Narasumber : MayDearly 

Moderator    : Widya Arema 


      Sahabat adalah kata sederhana yang acap kali merapal makna dalam jiwa. Pada sahabat kerap kita terbangkan kepingan kisah yang tersusun rapi. Sahabat adalah ia yang paling mengerti hati kita dalam lara nan pekat, meski kerap kita tancapkan luka, sang sahabat akan membalas dengan seribu pelukan.

Terkadang dalam hidup ada robekan paling tidak sopan yang menenggelamkan kita dalam tangisan, namun seorang sahabat membawa kita tertatih berjalan dan mengambil sisa tawa untuk masa depan. Menguatkan lewat doa dan menggenggam dengan Bismillah. 
 
Demikian Mbak MayDearly membuka materi dengan berdiksi dalam kisah sahabatnya.



" Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa." Bu May melanjutkan.

" Apakah mungkin saya bisa menulis sebuah bahasa yang indah?" 

"Saya merasa takut tulisan saya terdengar garing ketika dibaca." 

"Menulis itu sederhana Bapak Ibu☺️. Sesederhana mengadukan gula dalam gelas kopi☺️."

"Menulis dari apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengarkan." 

" Lantas jurus apa yang harus kita pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan." Kata Bu May pemateri.

Beberapa Jurus mengembangkan diksi pun 
Di lontarkan dengan apik oleh Beliau. Diantaranya sebaga berikut :


1. *Sense of Touch* adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

 Contoh:


*Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi* 

 

2. *Sense of Smell* adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

 

Contoh:

*Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan*


3. *Sense of Taste* adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.


Contoh:

*Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.*


4. *Sense of Sight* adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.


Contoh

*Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan*


5. *Sense of hearing* adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar. 


Contoh

*Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu*

"Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita."

"Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun."

" *Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim*."

" Setiap apapun yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai sebuah senyawa yang mampu bersuara."

        Demikian beberapa contoh diksi indah yang telah dituturkan oleh pemateri. Sebuah pemilihan kata yang apik terbaca oleh mata, melengkapi indahnya sebuah karya tulisan.

       Dan aku pun tergugu membaca baris demi baris ilmu pengetahuan menulis kali ini. Bagaimana sebuah diksi dapat mengetuk hati, memberikan kesadaran, inspirasi dan motivasi untuk mengayunkan pena, menggerakkan dua telunjuk seirama tulisan yang menari di layar handphone. 


Kuala Pembuang

Yeni Arifin 


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sukses Ngeblog ala Mr. Dedi Dwitagama

KIMIA ITU MUDAH

MENERBITKAN BUKU BERSAMA PENERBIT INDIE