Dyari sang Guru
Day 4
Sabtu, 4 Februari 2023
🌞 MUHASABAH DI HARI SABTU
Sabtu adalah salah satu hari rehat, Quality Time bersama keluarga. Hari bersih-bersih rumah, hari duduk sejenak dan tepekur. Selama mengikuti pelatihan menulis Mrs. Fiant merasakan beberapa hal yang mungkin perlu di perdalam, digiatkan kembali, diubah dan ada pula yang menjadi tanda tanya.
Pikiran tentang Alia, membuat Mrs. Fiant merenung sejenak.
"Samakah karakteristik siswa di semua daerah ? Benarkah apa yang di utarakan kawan-kawan dalam grup menulis? Sungguhkah mereka dapat menerapkan sosok guru ideal ?". Pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah mendapatkan jawaban.
" Atau akukah yang belum sejati sebagai guru.." Mrs.Fiant merenung.
Reality yang sesungguhnya jarang disuguhkan dalam kisah seseorang. Terkadang iya hanya menceritakan apa yang ingin orang ketahui. Apa yang ingin orang lain dengar atau apa yang ingin orang lain capai.
Mrs. Fiant ragu dalam kelas belajar menulis ini dimana ada harapan mencapai penerbit Mayor tidak dapat dilakukan dengan pemikiran bebas. Mungkin Mrs. Fiant harus mengikuti alur seperti utopia yang ingin dicapai sebagai guru penggerak.
Mrs, Fiant pernah sekali membuka aplikasi guru dimana beliau di tawarkan sebagai guru penggerak oleh instansi pelatihan pemerintah. Namun Mrs.Fiant mengalami banyak dilema di dalamnya. Betapa tidak pengalamannya berinteraksi dengan komponen stake holder sekolah memiliki pengalaman yang melelahkan sekaligus menorehkan luka.
Mrs. Fiant mulai tertarik menulis ketika salah seorang dosen IAIN yang juga kawan lamanya yang berada di sidikalang menawarkan menulis sebuah buku Antologi yang bertema tentang pengasuhan anak. Bersama kawan-kawan se Nusantara, Mrs. Fiant mulai menulis.
Merasa tidak ingin dianggap maju sendiri Mrs. Fiant mencoba menawarkan ke beberapa guru di SMA nya. Namun sebagian besar menolak dengan berbagai alasan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya itu sia - sia karena tidak ada dalam kategori untuk naik pangkat.
Mrs. Fiant hanya menarik nafas, mungkin inilah tantangannya. Hal itu berubah ketika salah seorang guru yang juga salah satu temannya semasa sekolah tertarik untuk ikut. Menulis kemudian menjadi topik yang hangat bagi mereka berdua.
" Hey, kamu udah selesai belum naskahnya..." Tanya Bu Difa.
" Ah iya sedikit lagi tinggal memoles.." sahut Mrs. Fiant.
Sekian Buku telah dicetak. Ketika ramai mereka merayakan euforia Buku yang telah diterima, tiba-tiba salah seorang guru bergumam.
" Huh...gitu aja kok senangnya ya... Paling bukunya tidak ber ISBN." Guman Bu Bulan.
" Ini orang kok gitu amat yah, ganggu dia juga nggak.." benak Mrs.Fiant yang disambut dengan tatapan mata Bu Difa.
" Alhamdulillah Bu, buku kami ber ISBN, dan penulisnya juga tidak kaleng-kaleng. Se Nusantara lagi." Sahut Mrs. Fiant sambil tersenyum.
Ibu Bulan pun terdiam. Beginilah mungkin yang disebut perjuangan seorang Pioneer penggerak. Tidak perlu berapa lama, Mrs. Fiant dan Bu Difa banyak mendapatkan tawaran menulis Antologi. Bu Difa pun berhasil mengikuti tantangan menulis buku solo selama 30 hari di bulan Ramadhan.
Mrs. Fiant sendiri lebih suka berpartisipasi dalam buku-buku Antologi. Karena Mrs. Fiant masih belum memiliki banyak waktu luang karena anak - anaknya masih kecil.
Akhirnya Buku - buku telah selesai di cetak. Mrs. Fiant bersama Bu Difa diminta oleh kepala perpustakaan sekolah untuk memberikan buku-buku tersebut untuk menjadi koleksi perpustakaan sekolah. Sebagai salah koleksi buku karya guru sekolah tersebut. Kepala perpustakaan pun mengganti biaya Buku.
Ternyata di hari berikutnya, kepala perpustakaan menghampiri Mrs. Fiant, beliau bingung ternyata kepala sekolah mempersoalkan pembelian buku tersebut. Alih-alih karena kepala sekolah ingin membeli buku lain yang direkomendasikan oleh dinas pendidikan setempat.
Mrs. Fiant dan Bu Difa tidak mempermasalahkan dananya. Bagaimanapun buku-buku mereka tetap perlu menjadi koleksi perpustakaan. Sehingga peserta didik akan memiliki inspirasi dan contoh nyata, ada kesan tersendiri ternyata bagi mereka, mengetahui bahwa gurunya berhasil menulis sebuah buku.
Dilema itu berakhir, namun ada rasa kecewa yang mendalam di hati mereka berdua. Namun semangat mereka pantang surut, sehingga pada akhirnya Mrs. Fiant, Bu Difa dan Bu Siji berhasil membentuk komunitas menulis di sekolah dan juga ikut komunitas menulis se kabupaten.
Perenungan ini, membuat Mrs. Fiant kembali menyusun perencanaan dalam pembinaan siswa. Mungkin Alia hanyalah salah satu kasus yang menjadi tantangan bagi semua guru ditengah era globalisasi. Dimana nilai moralitas semakin menurun, tontonan vulgar dapat diperoleh dengan mudah bagi semua usia. Karena kontrol orang tua yang semakin longgar akibat kesibukan-kesibukannya.
Kuala Pembuang, 4 Februari 2023
(Based on true story)
Yeni Arifin
Hallo Miss Fiant!😘
BalasHapus